Beranda | Artikel
Urutan dan Tata Cara Pelaksanaan Haji - Al Baqarah Ayat 199-202
Selasa, 21 April 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Urutan dan Tata Cara Pelaksanaan Haji – Al Baqarah Ayat 199-202 adalah kajian tafsir Al-Quran yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Kajian ini beliau sampaikan di Masjid Al-Barkah, komplek studio Radio Rodja dan Rodja TV pada Selasa, 17 Jumadal Akhirah 1441 H / 11 Februari 2020 M.

Kajian Tentang Ayat Tentang Urutan dan Tata Cara Pelaksanaan Haji – Al Baqarah Ayat 199-202

Allah Ta’ala berfirman:

ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّـهَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿١٩٩﴾

Kemudian berangkatlah dari tempat manusia lainnya berangkat…

Apa yang dimaksud di sini “berangkat” dari mana kemana? Banyak ulama mengatakan artinya dari Arafah ke Muzdalifah. Karena orang-orang musyrikin Quraisy dahulu mereka wukufnya tidak di Arafah. Orang-orang musyrikin Quraisy menganggap bahwa karena mereka adalah orang-orang tinggal di tanah suci, maka khusus untuk orang-orang Quraisy wukufnya -katanya- Muzdalifah.

Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan seluruhnya kaum muslimin dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk tetap wukufnya di Arafah, tidak membedakan baik dia dari Quraisy ataupun dari yang lainnya. Maka Allah mengatakan, “kemudian berangkatlah kalian dari tempat yang orang-orang berangkat.”

Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan, “kemudian berangkatlah dari tempat orang-orang semua berangkat.” artinya dari Muzdalifah menuju Mina. Karena pada ayat sebelumnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan tentang Arafah. Allah mengatakan:

فَإِذَا أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّـهَ عِندَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ

Apabila kalian berangkat dari Ararafah menuju Muzdalifah, maka berdzikirlah kepada Allah, yaitu di Masy’aril Haram.” (QS. Al-Baqarah[2]: 198)

Berarti berangkat dari Arafah menuju Muzdalifah sudah disebutkan pada ayat sebelumnya. Maka kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan, “Kemudian berangkatlah.” Kalau maksud dari pada ayat ini dari Arafah, berarti pengulangan. Sementara pada asalnya Al-Qur’an itu mengulangi. Atas dasar itu mereka mengatakan yang dimaksud dengan “berangkatlah” di sini yaitu dari Muzdalifah ke Mina.

وَاسْتَغْفِرُوا اللَّـهَ

Mintalah ampunan kepada Allah.”

Allah menyuruh kaum muslimin untuk berangkat dari Arafah ke Muzdalifah atau dari Muzdalifah ke Mina, kemudian Allah menyuruh mereka untuk istighfar. Apakah istighfar di sini karena perbuatan tersebut dosa? Tentu tidak. Lalu kenapa Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh istigfar? Sama halnya dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beristighfar setelah selesai shalat. Apakah berarti shalat itu dosa? Tentu tidak. Lalu kenapa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam istighfar setelah shalat? Karena kata Ibnu Qayyim istighfar setelah shalat itu untuk menutupi kekurangan di dalam shalat. Karena terkadang di dalam shalat kita tidak khusyu’, pikiran kita melayang entah kemana, sehingga akhirnya terdapat disitu kekurangan-kekurangan. Maka kita minta ampun kepada Allah atas semua kekurangan yang ada.

Demikian pula jika kita berangkat dari Arafah ke Muzdalifah atau dari Muzdalifah ke Mina, terkadang kita kurang berdzikir kepada Allah, kurang banyak bertalbiyah, kurang banyak membaca Al-Qur’an, dan banyak lagi di sana terkadang melakukan kesalahan-kesalahan dan yang lainnya, maka kita segera beristighfar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

إِنَّ اللَّـهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿١٩٩﴾

Sesungguhnya Allah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni manusia itu sebagai kasih sayang Allah kepada mereka. Bukan karena Allah butuh kepada amalan mereka, tidak. Maka ketika Allah mengatakan “Ghafur (Allah mengampuni)” lalu Allah mengatakan “Rahim”artinya Allah ampuni dosa-dosa kamu itu bukan karena Allah butuh kepada amalan kita, tapi Allah sayang kepada hamba-hambaNya.

Faidah Surat Al-Baqarah ayat 199

Kata Syaikh Utsaimin Rahimahullah:

Wajibnya mabid di Muzdalifah

Dan batasan mabid di Muzdalifah itu sampai shalat subuh di Muzdalifah dan telah terang. Karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam -sebagaimana sudah kita pernah jelaskannya- ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di Muzdalifah beliau setelah selesai shalat subuh di Masy’aril Haram itu terus berdzikir kepada Allah sampai terang, baru kemudian setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berangkat dari Muzdalifah ke Mina.

Namun bagi orang-orang lemah dari kalangan wanita, orang tua, mereka diizinkan untuk meninggalkan Muzdalifah pada sepertiga malam terakhir, diperbolehkan. Demikian pula orang-orang yang menemaninya. Maka diberikan rukhsah untuk mereka untuk boleh meninggalkan Muzdalifah setelah itu.

Lihat juga: Kedudukan Ibadah Haji dan Tata Cara Manasik Haji

Ibadah haji diketahui bangsa Arab dari zaman terdahulu

Bahwa ibadah haji itu sesuatu yang sudah diketahui oleh bangsa Arab dari zaman terdahulu. Karena memang ibadah haji ini adalah merupakan warisan dari pada Nabi Ibrahim ‘Alaihish Shalatu was Salam. Yang kemudian oleh orang-orang Arab ibadah haji ini masih terus dipelihara. Namun kemudian orang-orang Arab Quraisy itu membuat peraturan-peraturan yang tidak pernah diturunkan padanya wahyu. Seperti misalnya khusus untuk orang-orang Quraisy di Mekah wukufnya hanya di Muzdalifah, tidak sampai Arafah. Kata mereka wukuf di Arafah bagi mereka itu bagi mereka yang bukan Quraisy. Seperti misalnya, bagi mereka yang datang tidak membawa hewan sembelihan dia harus membuka seluruh pakaiannya, lalu kemudian tawaf dalam keadaan telanjang bulat. Ini semua aturan-aturan yang dibuat oleh orang-orang Quraisy yang sama sekali tidak ada asalnya dari agama Nabi Ibrahim ‘Alaihish Shalatu was Salam.

Kemudian semua itu sudah dirubah oleh Islam dan dikembalikan kepada tata cara haji yang sesuai dengan hajinya Nabi Ibrahim ‘Alaihish Shalatu was Salam.

Manusia seluruhnya dihadapan hukum itu sama

Manusia seluruhnya dihadapan hukum itu sama, tidak ada bedanya. DIhadapan hukum Allah tidak ada bedanya mau pemimpin atau rakyat, orang kaya atau orang miskin, pokoknya dihadapan hukum Allah sama. Kecuali ada dalil yang membedakan. Contoh misalnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diizinkan untuk menikah lebih dari 4, tapi untuk umatnya tidak. Maka kalau memang ada dalil yang mengkhususkan yang ini tanpa yang lainnya silakan tidak masalah.

Istighfar setelah selesai ibadah

Bahwa disyariatkan kita istighfar kepada Allah setelah selesai ibadah-ibadah. Setelah kita wukuf di Arafah lalu kita berangkat ke Muzdalifah kemudian dari Muzdalifah ke Mina juga, setelah selesai itu kita istighfar. Kenapa kita istighfar? Karena untuk menutupi kekurangan yang ada. Barangkali kita ketika wukuf di Arafah riya -misalnya- Na’udzubillah. Barangkali kita ketika mabit di Muzdalifah melihat aurat wanita dan yang lainnya, terkadang tidak sengaja dan banyak lagi kekurangan-kekurangan sebagaimana yang sudah kita sebutkan tadi.

Penetapan dua nama Allah

Yaitu Ghafur dan Rahim. Maka nama Allah Ghafur mengandung sifat maghfirah (memberi ampunan). Karena sebagaimana sudah pernah kita pahamkan bahwa keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah bahwa setiap nama mengandung sifat. Nama Allah Ghafur, berarti sifat Allah adalah pengampun. Nama Allah Rahim, berarti sifat Alalh adalah memberikan rahmat.

Tidak seperti orang-orang mu’tazilah, mereka mengatakan bahwa Allah punya nama tapi tidak mengandung sifat. NamaNya Ghafur tapi tidak mempunyai sifat maghfirah, namaNya Rahim tapi tidak mengandung sifat Rahmat. Karena menurut mu’tazilah menetapkan sifat itu mengakibatkan akhirnya menetapkan Dzat yang banyak. Ini tentu sesuatu yang batil.

Baca juga: Adakah sifat wajib bagi Allah?

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengiringi hukum dengan illat

Illat adalah alasan pensyariatan. Kalau dalam ilmu ushul fiqh, illat adalah sifat yang tampak dan tetap. Contoh ketika Allah mengharamkan arak, para ulama membahas illatnya arak kenapa bisa diharamkan? Maka sifat yang tampak dan tetap pada arak adalah memabukkan. Berarti illat daripada haramnya arak itu memabukkan. Untuk apa kita mengetahui illat (alasan)? Karena memudahkan kita untuk mengetahui hukum yang sejenis.

Maka kata Syaikh Utsaimin bahwa ayat ini menunjukkan hukum dalam Islam itu selalu diikuti dengan illatnya. Allah berfirman: “Minta ampunlah kalian kepada Allah.” Kemudian Allah menyebutkan alasannya: “Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Karena Allah Pengampun, Penyayang, maka seharusnya kalian minta ampun kepada Allah. Jangan malah kebalikan, ada orang yakin Allah itu pengampun tapi tidak pernah minta ampun, selalu berbuat dosa lagi, berbuat dosa terus dan tidak mau taubat dengan alasan Allah Maha Pengampun. Ini tentu namanya tertipu.

Baca juga: Nasihat untuk bersegera dalam taubat nasuha

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 200-201

Allah Ta’ala berfirman:

فَإِذَا قَضَيْتُم مَّنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّـهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا…

Apabila kalian telah menyelesaikan manasik-manasik haji kalian. Maka berdzikirlah kepada Allah sebagaimana kalian dahulu setelah haji itu selalu berbangga dan menyebutkan bapak-bapak kalian, handaklah kalian berdzikir kepada Allah bahkan lebih banyak lagi dzikirnya.”

Karena kebiasaan orang musyrikin itu kalau setelah selesai haji, setelah berbagai qabilah datang, setiap qabilah membangga-banggakan keturunannya. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan ini. Kalau kalian sudah selesai haji, yang kalian ingat jangan bapak kalian. Yang kalian sebutkan jangan berbangga dengan keturunan kalian. Tapi hendaklah kalian mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana kalian mengingat bapak-bapak kalian.

Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan kebiasaan yang tercela dari orang-orang musyrikin:

…فَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ ﴿٢٠٠﴾

Di antara (sebagian) manusia ada yang berdoa: ‘Ya Allah berikan kami dunia’ sementara bagian akhiratnya sama sekali dia tidak minta.” (QS. Al-Baqarah[2]: 200)

Allah mengabarkan ada jenis orang seperti ini. Kalau berdoa isinya 100% dunia. Banyak tidak dizaman sekarang? Banyak diantara kita kalau berdoa 100% dunia. Maka Allah ingin mengecam orang-orang yang berdoa kepada Allah ternyata isinya hanya dunia. Kenapa Alah kecam mereka? Karena seakan-akan mereka menganggap dunia itu lebih berharga dari pada akhirat. Maka kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan yang lainnya yang bagus:

وَمِنْهُم مَّن يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿٢٠١﴾

Dan diantara mereka ada yang berdoa: ‘Wahai Rabb kami, berikanlah di dunia kebaikan dan berikanlah kepada kami di akhirat pun juga kebaikan dan peliharalah kami dari adzab api neraka.” (QS. Al-Baqarah[2]: 201)

Maka Allah memuji yang kedua ini. Allah berfirman:

أُولَـٰئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِّمَّا كَسَبُوا…

Simak pembahasan yang penuh manfaat ini pada menit ke-20:11

Download MP3 Kajian Tentang Urutan dan Tata Cara Pelaksanaan Haji – Al Baqarah Ayat 199-202


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48353-urutan-dan-tata-cara-pelaksanaan-haji-al-baqarah-ayat-199-202/